Setelah 5 Tahun Bekerja, Lalu Apa?



"Urip mung mampir ngombe" Kata pepatah orang Jawa yang menurut saya benar adanya. Hidup cuma sebentar, bagaimana kita memaksimalkannya. Saat menulis ini saya berusia 28 tahun, beberapa bulan lagi saya menginjak usia 29 tahun. Saya tak pernah menyangka, saya sudah setua ini. Saya masih ingat bagaimana rasanya sakit tersandung batu saat masih TK, rasa bangga saat berhasil memasukan bola basket ke dalam ring saat SD, rasa penasaran main gitar saat SMP, rasa sedih putus cinta saat SMA, dan perasaan luka karena gagal kuliah saat lulus SMA. Setahun kemudian, keberuntungan datang, saya berhasil kuliah di salah satu universitas negeri di Indonesia. Lulus kuliah, kemudian magang di Kementerian Perindustrian, membuka usaha, kerja di stasiun televisi, dan kini di periklanan.

Nah, pada tulisan ini, saya akan berbicara tentang "Bos". Ya, saat ini saya "baru" mencicipi dunia kerja selama 5 tahun dan pernah dipimpin oleh 5 orang bos di 3 instansi berbeda. Suatu saat mungkin saya atau Anda akan berada di posisi "atas" (amin). Maka, mari kita belajar menjadi bos dengan melihat kelebihan dan kekurangan karakter atasan-atasan kita.

Ini pengalaman saya ketika dipimpin oleh:

1. Bos I
Jenis Kelamin: Perempuan
Usia: Di atas 55 tahun
Instansi: Kementerian Perindustrian

Beliau atasan saya ketika saya magang di Kementerian Perindustrian. Beliau bukan PNS, melainkan seorang pembatik profesional. Ketika itu saya di posisi admin untuk sebuah event batik di Bali. Saya betugas membuat surat, membuat undangan, mencari sekolah-sekolah yang memiliki jurusan/ekskul kriya dan batik, dan menjadi penghubung antara PNS Kementerian dengan Beliau ini.

Beliau itu baik, memiliki kepercayaan penuh terhadap bawahan. Suka memotivasi untuk mengejar karir dan pendidikan yang lebih tinggi. Namun beliau punya kekurangan plin plan. Ketika saya sudah mengerjakan sesuatu serapih mungkin, tiba-tiba berubah dan saya harus membuatnya dari awal lagi. Apalagi kalau sudah ada tekanan dari pihak PNS, beliau pasti kelabakan dengan berbagai idenya yang sangat sulit untuk diimplementasikan. Ujung-ujungnya, balik lagi ke rencana awal. Gitu deh.

2. Bos II
Jenis Kelamin: Laki-Laki
Usia: Sekitar 40-45 tahun
Instansi: Kementerian Perindustrian

Dia adalah PNS Kementerian yang saya sebutkan. Dia ditempatkan di divisi program dan langsung membawahi event batik yang saya sebutkan di atas. Saya sering berkoordinasi dengannya sebagai penyambung lidah dari Bos I.

Bos II adalah tipe tipe PNS sewajarnya, tubuh gempal dengan meja bertumpuk kertas. Dia pernah memberi kesempatan saya untuk memperpanjang kontrak saya di sana sebagai honorer kementerian. Saya tertarik, tapi tidak saya ambil. Dia adalah atasan yang mau mendengarkan saran bawahannya. Ketika saya menyarankan sesuatu, kemungkinan besar ia akan mempertimbangkan dan menjalankannya. Sehingga sebagai bawahan, saya tidak takut menyampaikan ide-ide. Namun, kekurangannya adalah dia tidak bisa jadi panutan, karena malas, dan suka meremehkan persoalan.

....

Setelah event batik tersebut, sebenarnya saya ditawari oleh Bos II untuk bekerja di Kementerian Perindustrian sebagai honorer. Tapi saya menolak, dengan alasan pribadi, bahwa lingkungan kementerian tidak baik untuk mengembangkan skill, kepribadian, dan karir saya. Oleh karena itu saya memutuskan untuk membuat usaha, menjual susu murni di kantin kampus.

Sebenarnya usaha saya baik-baik saja, walaupun untungnya tidak seberapa. Di lain sisi, orang tua saya menyuruh saya untuk bekerja di kantor dengan gaji yang pasti tiap bulannya. Okelah, saya melamar ke beberapa kantor kreatif dan stasiun televisi.

....

3. Bos III
Jenis Kelamin: Perempuan
Usia: Sekitar 30-35 Tahun
Instansi: Stasiun Televisi Lokal

Saya akhirnya diterima di salah satu televisi lokal yang mengangkat positivisme. Saya ditempatkan di redaksi news sebagai reporter. Kebaikan atasan perempuan saya ini adalah mau berbagi ilmu dan manusiawi. Saya pernah diajari teknik Voice Over olehnya. Saya juga diizinkan pulang cepat saat ada urusan mendadak. Mengenai tema liputan, keliatannya dia oke oke aja. Nah, sampai saya selesai liputan, ini kekurangannya. Dia suka banget marah-marah ga jelas. Kalau ngga sesuai media online, pasti skrip news saya diubah. Padahal kan yang liputan dan tahu data lapangan saya, malah dia membandingkan dengan media online yang juga belum tentu benar. Dia tidak mau mengakui keunggulan bawahan, dan sering memarahi/mempermalukan bawahan di depan umum. Ini adalah bos terburuk saya.

4. Bos IV
Jenis Kelamin: Perempuan
Usia: Sekitar 30-35 tahun
Instansi: Stasiun Televisi Lokal

Setelah bekerja satu tahun, saya dipindah ke divisi lain, lalu bertemulah saya dengan Bos IV. Bos perempuan ini berbeda orang dengan Bos III. Mereka seumuran, bahkan di awal karirnya di stasiun televisi ini, mereka berdua sempat bekerja sama dalam satu tim. Namun, saya pikir, bos IV ini adalah anti-tesis dari bos III.

Sejujurnya, dari fisik dan caranya berbicara, saya suka dengannya. Namun, dia memiliki kekurangan yaitu perfeksionis. Ia sangat ingin hasil karya yang orisinil, sehingga saya sebagai reporter cukup kewalahan mencari tema liputan, bahkan saya sering mengada-ada agar terlihat orisinil. Kelebihannya, ia suka mendengar ide dari bawahannya. Ia suka bertukar pikiran. Ia sangat percaya dengan bawahannya. Ia menganut sistem "bebas" jadi ketika pekerjaan saya sudah selesai, saya boleh tidak masuk atau datang siang. Mantaaaaaappp! Tidak berlebihan mungkin kalau saya menyebutnya "Bos Terbaik" hingga saat ini.

5. Bos V
Jenis Kelamin: Laki-Laki
Usia: Sekitar 33-39 tahun
Instansi: Periklanan

Lokasi kantor yang jauh serta perubahan kultur perusahaan di Stasiun Televisi tersebut membuat saya mengundurkan diri. Terlebih bos IV saya itu juga resign, ya jadinya saya ikutan. Sayang, kita sekarang beda perusahaan. Saya bertemu bos baru, yaitu bos V. Menurut saya, bos V ini lucu. Karena selalu memberi perintah yang tidak jelas. Seakan saya tahu apa yang ada dalam pikirannya. Pernah dalam suatu rapat, kami timnya dimarahi oleh bos besar karena ketidaktahuan kami, lalu sampai ruangan bos V ini memarahi kami lagi, padahal dia memang tidak pernah melakukan briefing bersama timnya. Jadi, saya berpendapat kalau saya harus penuh inisiatif, tanya duluan, dan agresif saat berkoordinasi dengannya. Kelebihan bos V adalah dia percaya terhadap kemampuan bawahan dan dia memiliki skill dan pengalaman yang mumpuni untuk menularkan ilmunya pada kami.

....

Ya, lalu setelah lima tahun bekerja dengan pengalaman di atas, saya berharap menjadi manusia dengan karakter yang lebih baik. Jika suatu saat nanti saya menjadi atas, semoga saya bisa menyerap kebaikan dari bos-bos terdahulu dan saat ini. Terima kasih atas pengalamannya yang berharga.



Twitter: @yeremiateraa
Instagram: @yeremiatera
Shutterstock: http://www.shutterstock.com/g/yeremiatera?rid=226024795


Comments

Popular Posts