Serunya Malam Takbiran Di Desa Dekso Yogyakarta
![]() |
| Parade Lampion (Foto: Koleksi Pribadi) |
Yeeeessss!! Kali ini aku berkesempatan mudik ke kampung halaman ibuku di Kulon Progo. Walau keluargaku adalah Katolik, namun keluarga besarku di sana banyak yang Muslim, termaksud nenekku. Keluarga besar kami berkumpul. Kami bercerita tentang rutinitas kami di perantauan. Ada cerita lucu, namun ada juga cerita duka. Hari-hari menjelang Lebaran kami lalui dengan berziarah ke makam, membereskan rumah, dan membuat makanan.
Tak terasa ini adalah hari puasa terakhir menurut kalender. Sebelum Maghrib, kami bersama berkumpul di depan TV. Kabar baiknya adalah pemerintah benar benar menetapkan Hari Raya Idul Fitri tepat esok hari, 17 Juli 2015. Setelah kami berbuka puasa, masing masing dari kami langsung bersiap memakai pakaian yang cukup layak dipakai bepergian. Kami akan melewati malam takbiran di Desa Dekso, desa yang terletak hanya 5 km dari Desa kami.
"Di sana malam takbirannya rame. Banyak kembang api.", demikian pakdhe menjelaskan kepadaku. Dengan kendaraan yang seadanya, kami berangkat ke Dekso.
Ah, benar saja dugaanku, jalan desa yang biasanya sepi, kini ramai, bahkan macet. Pusat keramaiannya adalah di lapangan desa, tepat di sebelah barat perempatan Dekso-Samigaluh-Kebon Agung. Setelah memarkirkan kendaraan, kami berjalan beberapa meter ke depan, ternyata sumber kemacetannya dikarenakan karnaval yang keliling desa. Mereka menghias mobil pick-up sedemikian rupa. Ada mobil yang membawa replika manusia besar, ada mobil yang dihias menyerupai masjid, hingga ada mobil yang mengangkut orang yang sedang bermain gamelan. Semua menggunakan lampu warna-warni. Bahkan ada kelompok yang tidak menggunakan mobil. Mereka ikut karnaval dengan jalan kaki, namun tetap ramai. Ada yang membawa lampion, membawa obor, dan memainkan kentongan.
![]() |
| Salah Satu Mobil Karnaval (foto: Koleksi Pribadi) |
Karnaval itu menuju ke Lapangan Dekso untuk berkumpul, dinilai keramaian dan keindahan dekorasinya, dan yang paling penting, untuk bersama-sama berdoa.
Polisi yang berjaga tampak tidak kewalahan menghadapi keramaian. Itu karena warga sekitar turut membantu melerai kemacetan. --Belakangan ini baru diketahui bahwa sebagian dari relawan lalu lintas tersebut adalah para pemuda gereja. Heeem, sungguh kearifan lokal yang luar biasa dan patut menjadi contoh.-- Ketertiban juga terlihat dari warga yang hendak menonton karnaval dan pesta kembang api. Mereka memarkirkan mobil atau motornya di areal pasar, sehingga tidak menganggu lalu lintas.
Setelah kelompok karnaval terakhir sampai, acara di lapangan di lanjutkan dengan sambutan yang menggunakan bahasa Jawa. Selanjutnya dilanjutkan doa yang menggunakan bahasa Arab dan Jawa. Di akhir rangkaian acara, pemimpin acara melontarkan kembang api yang menandakan acara pesta kembang api dimulai.
Setelah kelompok karnaval terakhir sampai, acara di lapangan di lanjutkan dengan sambutan yang menggunakan bahasa Jawa. Selanjutnya dilanjutkan doa yang menggunakan bahasa Arab dan Jawa. Di akhir rangkaian acara, pemimpin acara melontarkan kembang api yang menandakan acara pesta kembang api dimulai.
Dor! Dor! Dor! Tiba-tiba langit yang tadinya gelap menjadi begitu berwarna-warni. Bintang bintang di langit pun seakan ikut memancarkan warna. Suasana khusyuk kini menjadi ramai. Semua orang di sana sumringah menyambut hari kemenangan. Tidak jauh berbeda seperti pesta kembang api tahun baru di kota-kota besar. Hanya saja di desa ini langitnya lebih gelap, bintangnya lebih banyak, dan




Comments
Post a Comment