Pengungsian Iman 2: Goa Maria Sendang Jatiningsih
| Goa Maria Jatiningsih (Foto: Koleksi Pribadi) |
Tempat parkir yang tersedia sangat luas dan bebas biaya parkir. Di sini terdapat para penjaja pernak-pernik rohani, walau tak jumlahnya tak sebanyak di Sendang Sono. Rumah makan pun hanya ada satu di sini.
Begitu masuk ke area, ku temukan pendopo-pendopo berukuran cukup luas. Kebetulan saat itu sedang ada Misa Syukur salah satu sekolah di Godean. Sehingga ada satu pendopo yang penuh dengan orang-orang. Kuteruskan melangkahkan kaki masuk. Terdengar gemericik air yang berpadu dengan tepukan daun-daun bambu. Oh, rupanya Sendang Jatiningsih tepat berada di tepi Sungai Progo. Sejenak aku diam menikmati bertapa ramahnya suasana di sini. Tak tahan tanganku untuk tak mengambil jepretan gambar di sini. Sambil kembali melangkah, aku menemukan bahwa di sini tidak ada kapel, hanya ada satu Altar yang dapat digunakan apabila ada Misa tertentu di Sendang Jatiningsih ini.
Pandanganku menemukan ada keran-keran sumber mata air. Langsung saja ku sambar. Sama, kucucup dan kugunakan untuk membasuh wajahku. Benar-benar segar, terlebih di cuaca panas Yogyakarta kala itu. Setelah membersihkan dan menyegarkan diri, kini saatnya menyegarkan jiwa. Aku duduk di salah satu pendopo yang beralaskan tikar. Aku hanya diam merasakan kesunyian dan kedamaian yang sulit aku dapatkan di kota besar, Jakarta.
Di Tempat ini, Kita Meneng
Agar Wening dan Dunung
Agar Wening dan Dunung
Seperti itulah papan tulisan yang ada di sana. Kita diajak untuk diam, agar kita hening. Aku memang merasakan ketenangan di sini dengan sayup-sayup suara air dan sayup suara daun bambu yang saling bergesek. Aku berbicara dengan sesuatu yang ada di otak dan hatiku. Aku berbicara tentang aku, tentang hari ini, dan tentang masa depan.
Pukk! Sebuah tepukan di pundak yang tak keras sudah cukup membangunkan aku dari lamunan. "Woi, Bang! Ayuk kita pulang! Udah ditunggu budhe tuh." ternyata adikku yang sudah mengajak pulang. Di perjalanan menuju tempat parkir, aku sempat membeli sebuah kalung rosario untuk buah tangan. Tak mahal, karena si penjual sendiri lah yang membuatnya.
Sendang Sono dan Sendang Jatiningsih bukan masalah yang mana yang lebih indah. Di keduanya, aku dapat berbincang dengan diriku. Di sana aku dapat mengasingkan aku yang hedon, sombong, dan keras kepala. Di sana aku dapat 'menelanjangi' diriku dan mengungsikan imanku dari hingar-bingar kehidupan.
Regards,
Yeremia Tera
yeremiaterra@gmail.com


Comments
Post a Comment