Pengungsian Iman: Goa Maria Sendang Sono


Kapel (Foto: Koleksi Pribadi)

Siapa yang tak kenal tempat indah ini? Sebuah peziarahan iman yang terletak di Desa Promasan di salah satu puncak bukit di Menoreh. Tempat peziarahan yang dikenal sakral dengan berbagai devosi.
Tengah tahun ini, aku kembali ke sini. Dengan membawa keluargaku, aku mengendarai mobil melewati jalur yang cukup curam. Di sisi kanan dan kiriku terdiri dari tebing, hutan, atau jurang. Namun di ujung jalan yang curam ini, ternyata ada sebuah gereja yang indah, Gereja Promasan, Paroki Promasan. Mobilku aku berhentikan sejenak untuk sekedar menanyakan jalan ke arah Sendang Sono. Ternyata gereja ini adalah titik awal apabila kita mau melakoni Jalan Salib menuju ke Sendang Sono. Jarak rute Jalan Salib dari Gereja Promasan ke Sendang Sono sekitar 3 kilometer dengan trek yang naik-turun. Namun apabila dirasa tidak kuat dengan rute tersebut, dari Gereja Promasan juga terdapat jalur kendaraan mobil/motor menuju Sendang Sono. Tentunya dengan trek yang tidak kalah curam. 

Setelah beberapa menit kami melaju, akhirnya kami di sambut dengan ucapan selamat datang di Sendang Sono. Setelah memarkirkan mobil, kami berjalan masuk ke area peziarahan. Di kiri dan kanan kami banyak menemui pengrajin dan penjaja aneka kebutuhan Rohani, mulai dari Kaos, Salib, Patung Yesus dan Maria, dan Rosario. Semua dijajakan dalam berbagai ukuran dan bentuk yang tentunya kreatif. Tak kalah, banyak rumah makan ditemui di area Sendang Sono. Rumah-rumah makan itu menjual berbagai hidangan, ada kupat tahu, nasi goreng ayam, bakso babi, hingga yabeng namanya Sengsu (Tongseng Asu). Semua dijajakan dengan harga yang relatif terjangkau. :)

Semakin masuk ke dalam, suasana semakin hening. Terlihat beberapa kelompok muda-mudi atau keluarga yang sedang berkumpul di pendopo-pendopo. Banyak juga yang sedang berdoa di pemberhentian-pemberhentian. Mereka sedang jalan salib dengan jalur singkat yang mengitari area Sendang Sono. Sampai di area utama peziarahan, tampak satu Salib besar sebagai tanda masuk, Altar di dalam Kapel, dan Patung Bunda Maria yang sedang bersemayam di dalam goa. Kembali terlihat banyak orang yang sedang khusyuk berdoa. Beberapa menyalakan lilin tanda harapan iman mereka. Beberapa juga terlihat sedang menulis ujub doa. Aaaaahhh, betapa sejuk dan tenang tempat ini. Begitu mudah jiwaku masuk ke dalam kekhusyukan doa. Sejenak aku tak ingin beranjak dari tempat ini, namun rombangan keluargaku sudah mengajak untuk berkeliling. Ya, tidak ada salahnya sedikit berkeliling menikmati arsitektur Sendang Sono yang memang unik ini.

Deretan Keran Sendhang (Foto: Koleksi Pribadi)

Sedikit menuruni anak tangga, Aku menemukan sumber mata air Sendang Sono yang konon katanya berkhasiat menyembuhkan penyakit. Jajaran keran air siap melayani para peziarah yang ingin menikmati atau bahkan mengambil air Sendang Sono. Tak jarang pengunjung yang membawa air Sendang Sono untuk oleh-oleh mereka. Sedangkan aku hanya ingin mencuci wajah dan rambut sambil mencucup air Sendang Sono. Segar, itu kata yang memang pantas untuk mengambarkan bagaimana rasa mata air Sendang Sono.

Seiring sang matahari yang makin ke barat, kami pun pulang. Kami melewati jalur berbeda saat kembali. Kami melewati jalur Desa Kempong. Ternyata jalan di sini tidak terlalu curam, halus, dan pemandangannya benar-benar mantap. Aku bisa melihat kali progo jauh di bawah bukit. Di tengah jalan, kami melewati sentra perkebunan durian lokal. Sayang, kami tak bisa mampir. Kami harus meneruskan perjalanan ke Desa Boro sebelum gelap, mengingat kami akan melewati jalan yang berliku, lompat melompati jurang, bukit, dan sungai.
Aku menyadari, jalan menuju kebaikan memang tidak mudah, namun indah.
Begitulah pengungsian imanku. Bagaimana denganmu?


Regards,
Yeremia Tera
yeremiaterra@gmail.com

Comments

Popular Posts